Machu Picchu: Perjalanan yang Mengubah Cara Pandangku tentang Hidup

Machu Picchu

Machu Picchu Kalau ada satu tempat di dunia ini yang benar-benar berhasil nge-rem langkah hidupku, itu Machu Picchu.

Waktu itu, aku bukan siapa-siapa yang spesial. Cuma orang biasa, kerja 9-to-5, ngopi sore, nonton Netflix malam, dan mengeluh soal hidup yang gitu-gitu aja. Sampai akhirnya, entah kenapa, aku memutuskan wisata untuk ambil cuti panjang dan pergi jauh. Pilihannya jatuh ke Peru. Nggak tahu juga kenapa waktu wikipedia itu—mungkin karena lihat foto Machu Picchu di Pinterest yang dramatis banget.

Dan ya… aku kira itu cuma bakal jadi trip biasa. Tapi ternyata, itu justru jadi titik balik paling nggak terduga dalam hidupku.

Waktu naik kereta ke Aguas Calientes (kota kecil di kaki Machu Picchu), aku masih mikir ini cuma tentang “lihat-lihat reruntuhan Inca, foto-foto, lalu balik.” Tapi pas sampai atas—aku diem. Nggak bisa ngomong. Nggak karena capek, tapi karena kagum.

Itu bukan cuma reruntuhan. Itu tempat yang hidup. Aneh banget rasanya. Udara tipis, matahari yang hangat, kabut yang pelan-pelan turun… kayak dunia lain.

Dari Foto Instagram ke Realita yang Bikin Nangis Diam-diam

Waktu pertama kali nginjakkan kaki di area situs Machu Picchu, aku inget banget napas udah ngos-ngosan. Elevasinya tinggi, dan aku bukan atlet. Tapi waktu pandangan mata menabrak situs itu dari Sun Gate (Inti Punku), semua capek langsung kayak ilang. Tapi bukan karena wow-nya pemandangan aja—lebih dari itu.

Ada perasaan kecil, kayak… “Eh, gue tuh siapa sih dibanding peradaban sebesar ini?”

Machu Picchu

Selama ini hidupku kayak dipenuhi ambisi-ambisi kecil: naik jabatan, beli mobil baru, punya rumah Instagramable. Tapi di sana? Di antara bebatuan tua itu? Semua itu kayak nggak relevan. Nggak ada yang peduli kamu siapa. Yang penting kamu hadir, kamu lihat, kamu merasa.

Dan di situ aku nangis. Nggak lebay kok. Nangis diem-diem, di balik jaket, sambil pura-pura ngelap keringat.

Ngobrol Sama Orang Asing Bikin Aku Belajar Lebih Banyak

Di hostel kecil tempat aku nginap, aku ketemu sama pasangan dari Denmark yang udah traveling keliling dunia. Mereka tinggal di bus bekas dan kerja remote. Bayangin, hidup dari tempat ke tempat, tanpa rumah tetap.

Awalnya aku pikir: “Gila, itu bukan buat gue deh.” Tapi pas ngobrol lama, aku sadar mereka bukan kabur dari hidup. Justru mereka lebih hidup daripada aku yang tiap hari kerja tapi ngerasa kosong.

Machu Picchu

Mereka cerita gimana mereka belajar dari suku Quechua, nyicipin makanan lokal (aku pun nyobain cuy alias daging marmut, dan ya… rasanya kayak ayam tapi lebih gurih), dan bagaimana hidup tanpa banyak barang bisa bikin hati lebih enteng.

Aku mulai mikir: apa aku terlalu lama lari dari ketenangan karena sibuk ngejar validasi?

Kesalahan yang Justru Jadi Pelajaran Paling Manis

Oke, ini konyol. Tapi aku harus jujur.

Aku nyaris kehilangan paspor waktu lagi turun dari Machu Picchu. Karena iseng motret, aku naro paspor di kantong samping tas. Dan ya, jatuh dong! Panik bukan main. Rasanya kayak dunia berhenti.

Tapi akhirnya, seorang petugas lokal nemuin dan nyimpen di pos pengawasan. Waktu aku balik, ngos-ngosan, dia nyengir dan bilang, “You drop your life, amigo.”

Aku ketawa… campur malu. Tapi juga sadar, ya, bener sih. Paspor itu hidupku, dalam arti literal dan metafora.

Dari situ aku belajar satu hal: kadang, kita terlalu fokus ngelihat ke depan (atau ke kamera) sampai lupa jaga apa yang penting. Dalam hidup, itu bisa berarti hubungan, waktu luang, kesehatan, atau bahkan impian kecil yang udah lama kita simpan di laci.

Machu Picchu Bukan Cuma Tujuan, Tapi Pengingat

Setelah pulang, aku bawa banyak oleh-oleh. Bukan dalam bentuk fisik. Tapi dalam bentuk cara pandang yang berubah total.

Aku jadi lebih mindful. Belajar pelan-pelan nerima kalau nggak semua hal harus kejar target. Kadang, cukup nikmati proses. Kayak mendaki ke Machu Picchu—kalau cuma mikirin puncaknya doang, lo bakal ngelewatin semua pemandangan keren di tengah jalan.

Machu Picchu

Aku juga mulai rutin journaling. Bukan buat jadi estetik ala TikTok, tapi biar aku inget sama rasa-rasa yang dulu aku alami di Peru. Biar nggak lupa bahwa hidup itu nggak harus sempurna, tapi cukup dijalani dengan hati terbuka.

Dan ya, sampai sekarang aku belum balik lagi ke sana. Tapi aku yakin, satu hari nanti, aku bakal kembali. Mungkin bukan sebagai turis, tapi sebagai seseorang yang udah lebih kenal dirinya sendiri.

Tips Praktis Buat Kamu yang Pengen ke Machu Picchu (Tapi Nggak Mau Kehilangan Arah Hidup)

  1. Ambil jalur Inca Trail kalau mampu – Ini bukan cuma tentang fisik. Ini soal mental. Trek 4 hari itu bisa ngasah kesabaran dan bikin kamu merasa satu dengan alam.

  2. Bawa jurnal kecil – Tulis apa yang kamu rasain tiap hari. Nggak usah sempurna, yang penting jujur.

  3. Jangan terlalu sibuk foto – Serius. Ada momen yang lebih baik disimpan di hati, bukan di galeri HP.

  4. Ngobrol sama lokal – Banyak banget insight hidup yang bisa kamu dapet dari orang Peru asli. Mereka humble, ramah, dan banyak cerita menarik.

  5. Pakai alas kaki yang nyaman banget – Kedengarannya sepele, tapi percayalah… kakimu akan sangat berterima kasih.

  6. Jangan buru-buru balik ke realita – Luangkan waktu buat mencerna semua hal yang kamu alamin. Jangan langsung scrolling email kerja pas turun dari pesawat.

Penutup: Bukan Soal Pergi Jauh, Tapi Soal Menemukan Diri Sendiri

Gue nggak akan bilang perjalanan ke Machu Picchu cocok buat semua orang. Tapi yang pasti, semua orang butuh Machu Picchu-nya masing-masing.

Entah itu naik gunung, duduk sendirian di tepi pantai, atau bahkan cuma nulis di kamar sambil dengerin hujan. Yang penting, lu kasih waktu buat diri sendiri… untuk merasa, untuk diam, untuk bertanya: Apa sih sebenarnya yang gue cari dalam hidup ini?

Karena kadang, jawaban-jawaban itu nggak muncul dari seminar motivasi atau video YouTube inspiratif. Tapi dari jalan setapak yang sepi, dari napas yang berat, dan dari reruntuhan tua yang diam tapi bicara banyak.

Dan Machu Picchu? Dia bukan tempat biasa. Dia guru yang sunyi tapi mengajarkan segalanya.

Baca Juga Artikel Ini: Bali Wake Park: Tips, Pengalaman, dan Rekomendasi Aktivitas

Author